Updaterakyat, Palembang— Perselisihan panjang antara Dr. Wijang dan Kampus MDP memasuki tahap mediasi yang diwarnai ketegangan dan dilema moral (11/08/2025).
Sengketa ini bukan sekadar persoalan administratif, melainkan ujian bagi keseimbangan antara aturan kampus dan etika kemanusiaan dalam dunia pendidikan tinggi.
Pengacara Dr. Wijang menuding pihak kampus memberlakukan denda tanpa landasan hukum yang jelas.
Ia menegaskan, aturan yang dijadikan acuan sudah kedaluwarsa sejak 2020, sementara kesepakatan baru tidak pernah disosialisasikan secara transparan kepada mahasiswa.
“Ketidakjelasan ini memberi ruang tafsir sepihak yang merugikan dosen,” kata Komilizani, kuasa hukum Dr. Wijang.
Sementara pihak kampus memilih bungkam, DPRD Palembang melalui Wakil Ketua di Komisi IV, H. MGS. Syaiful Fadli, ST., MM ikut memberikan perhatian.

Ia menekankan bahwa mediasi harus mempertimbangkan aspek keadilan dan kemanusiaan, bukan sekadar menegakkan sanksi.
“Regulasi harus manusiawi, memberi ruang dialog, dan tidak merugikan salah satu pihak,” ujarnya.
Dalam rapat terakhir, Syaiful berharap penyelesaian damai bisa dicapai tanpa perlu melangkah ke ranah hukum. Ia mendorong adanya solusi win-win yang menguntungkan kedua belah pihak.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa regulasi di dunia pendidikan harus adaptif, transparan, dan berpihak pada manusia.
Seperti pesan Bung Karno, “Kemanusiaan adalah pangkal dari segala peradaban.” Publik kini menantikan hasil mediasi yang mampu mengedepankan keadilan di atas aturan kaku yang telah usang. (*Adi)